Sep 5, 2008

Nuansa Ramadhan : Tafsir Al Mishbah 6 September 2008

Tafsir Al Mishbah hari ini banyak membahas tentang hubungan suami istri. Berikut ini adalah kesimpulan dari acara hari ini :

1. Seorang istri harus diberikan hak nya jika suaminya meninggal. Tidak dibolehkan mengambil dari seorang janda tanpa keihklasan dari janda tersebut.

Pada saat jaman jahiliyah, seorang istri yang ditinggal mati suaminya, bisa diwariskan ke keluarga, bahkan bisa dinikahi anak tirinya. Sejak jaman Rasulullah, hal ini dilarang dilakukan. Perempuan yang ditinggal mati suaminya diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup berikutnya. Tidak menjadi hak milik keluarga suaminya.

2. Suami apapun alasannya tidak dibenarkan untuk menghalangi dan mengganggu istrinya dengan tujuan mengambil maharnya kecuali istri melakukan perbuatan keji yang tidak dapat ditoleransi.

Jaman sekarang ada saja yang menikah untuk harta. Mereka sengaja menikah walaupun tidak cinta, tapi dengan tujuan untuk mengambil harta. Setelah menikah, maka pasangan memperlakukan suami / istrinya dengan tidak baik, dan pada akhirnya pasangannya meminta cerai / menginginkan cerai. Tapi suami / istrinya hanya mau bercerai dengan syarat tertentu (misalkan memberikan harta yang dia inginkan). Hal ini dilarang Al Qur'an.

3. Suami istri diperintahkan untuk bergaul dengan baik walaupun cinta sudah tidak meresap dalam hati.

Dalam hal ini ada 3 hal yang menjadi pertimbangan. Jika tidak ada sudah tidak ada lagi cinta, maka masih ada rahmah (dalam hal ini berarti rasa kasihan), jika rahmah pun habis, maka masih ada kewajiban. Jika seorang cinta tidak lagi cinta pada istrinya, maka dia harus berpikir bahwa kasihan jika seandainya istrinya tersebut diceraikan. Mungkin karena masih ada anak kecil yang masih butuh cinta ibunya, atau mau kemana si istri jika suaminya menceraikannya. Tapi jika rasa kasihan itu pun telah hilang, maka pikirkan lah kewajiban. Saat laki-laki melamar perempuan dan menikahinya, maka laki-laki tersebut mengambil tanggungjawab atas perempuan tersebut dari orangtuanya. Jika suami tersebut masih laki-laki, tentu harus bertanggungjawab atas perbuatannya melamar :)

4. Mas kawin tidak ada batas maksimal, tapi yang memudahkan semakin baik.

Mas kawin yang baik memang mas kawin berupa materi (harta). Hal ini dilakukan untuk menjaga istrinya jikalau dia sudah tidak bisa memberikan harta pada istrinya. Tidak ditetapkan minimal atau maksimalnya karena dikhawatirkan mas kawin menjadi seperti harga bagi seorang perempuan. Mas kawin yang baik adalah mas kawin yang memudahkan bagi laki-laki untuk memenuhinya, sesuai dengan kemampuan laki-laki.

5. Kehidupan rumah tangga itu memberikan keterbukaan kepada satu sama lain. Tidak ada lagi rahasia terhadap pasangan, dan mereka saling menjaga.

Seorang laki-laki pasti akan menjaga dirinya agar ttidak akan menangis di depan perempuan. Dia juga tidak akan mengaku tidak punya uang walaupun dia tidak punya uang di depan orang yang dicintainya jika mereka belum menikah. Tapi setelah menikah, semua batas tersebut hilang. Suami tidak segan2 menangis di depan istrinya, tidak segan mengatakan kalau dia tidak punya uang karena memang dia tidak punya uang.

Demikianlah penjelasan hari ini. Semoga bermanfaat.


No comments: