Sep 25, 2008

Nuansa Ramadhan : Tafsir Al Mishbah 25 September 2008

Pagi ini pembahasan dilanjutkan kembali. Hari ini pembahasan banyak membahas tentang orang munafik. Dijelaskan pada masa Rasulullah, fenomena orang munafik itu terjadi di Madinah, dimana pada masa itu Islam sudah mulai kuat, dan orang-orang banyak yang berpura-pura Islam tapi sebenarnya hati mereka tidak menginginkannya.
Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang diberikan pagi ini :

1. orang munafik itu bertingkat-tingkat. Tingkat yang paling buruk diancam dengan neraka yang paling dalam dan tersembunyi.

Orang munafik adalah musuh dalam selimut. Lebih berbahaya dari orang kafir. Karena itulah Allah mengganjar orang-orang munafik ini dengan neraka yang terdalam. Jika digambarkan bahwa jembatan shiratal mustaqim itu punya dasar, maka dasarnya adalah dasar yang miring. Bagian yang paling bawah merupakan neraka paling dalam, dan yang paling mendekati akhir itu sudah mendekati seberang. Saat orang munafik melewati jembatan ini, maka baru selangkah saja dia akan langsung jatuh ke tempat paling dalam tersebut. Nauzubillahi min zalik....


2. Tanda orang munafik itu misalkan kalo diajak shalat malas, bukan cuma malas, tapi juga pamrih, tapi kalo mereka bertobat, maka Allah akan mengampuninya.

Orang yang munafik dalam shalat itu sering melakukan korupsi. Korupsi sederhananya misalkan pada saat ruku dan sujud, bacaan yang harusnya 3x dibaca cuma 1x. Kemudian dalam bacaan shalatnya sering tidak membaca yang sifatnya sunah, misalkan tidak membaca doa iftitah, langsung membaca al fatihah saja. Yang paling parah, mereka hanya shalat kalo dilihat. Atau seringkali meninggalkan shalat isya dan shubuh, dua waktu shalat yang paling berat bagi orang munafik.


3. Allah tidak butuh menyiksa seseorang, maka siapa yang beriman dan bersyukur maka Allah akan menerimanya dan memberikan ganjaran yang lebih besar dari apa yang bisa diberikan mahluk-Nya.

Tidak ada manfaat bagi Allah menyiksa mahluk-Nya. Kalo ada mahluk-Nya yang merasa tersiksa, maka sebenarnya itu adalah akibat dari perbuatannya sendiri. Sesungguhnya Allah itu maha pengampun. Saat mahluk-Nya meminta ampun maka Allah akan memberikan berkali-kali lipat ampunan dari apa yang diminta. Begitu juga kalo hamba-Nya bersyukur maka Allah juga akan bersyukur berkali-kali lipat dibanding mahluk-Nya. Bersyukur disini dijelaskan sebagai memberi lebih dari yang sedikit.

Dijelaskan pula dalam sebuah pertanyaan, dalam memilih pemimpin, hendaknya kita berpikir dan mencari pemimpin bukan dari kalangan orang yang kafir atau yang bergaul dengan orang kafir. Kafir disini bukan hanya yang dimaksudkan dengan orang yang tidak percaya Allah dan Rasul-Nya, tapi juga orang yang kelakuannya tidak mencermikan keislaman, misalkan kikir, korupsi, tidak amanah dan sebagainya. Lalu bagaimana jika memang pilihannya tidak ada yang tidak kafir? Sesungguhnya Allah telah memberikan kita akal untuk mencerna mana yang baik dan mana yang buruk. Maka pilihlah dari calon pemimpin tersebut yang memberikan keburukan bagi ummat paling sedikit. Jadikan dia pemimpin untuk kemasyarakatan, tapi jangan jadikan dia pemimpin dalam agama.

Demikianlah tausyiah hari ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin :)

No comments: